بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
🔘Al- Ghuraba'
#Kitab Thaifah Manshurah
Pembahasan tentang Al-Ghuraba dapat dijabarkan dari beberapa sisi :
Pertama
Hadts-hadits yang menerangkan keterasingan Islam.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba)” [Diriwayatkan oleh Muslim 2/175-176 -An-Nawawiy]
[a] Hadits Abdillah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu belaiu berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba) beliau berkata : Ditanya Rasulullah siapakah Al-Ghuraba itu ? Beliau menjawab : Orang yang menjauhi kabilah-kabilah” [Hadits Lemah : Sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab saya : Thubaa Lilghuraba’ No.1]
Dan dalam riwayat lain : “Artinya : Orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak” [Shahih, sebagaimana dalam referensi terdahulu No. 1]
[b] Hadits Abdillah bin Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah.
“Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, mereka berlindung diantara dua masjid sebagaimana ular berlindung dalam lubangnya” [Diriwayatkan oleh Muslim 2/76 -An-Nawawiy]
[c] Hadist Abdillah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah pada suatu hari dan kami bersama beliau.
“Artinya : Beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba) ditanya Rasulullah siapakah Al-Ghuraba itu ? Beliau menjawab orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak daripada mentaatinya” [Hadits Shahih karena banyak jalan periwayatannya sebagaimana telah kami jelaskan dalam kitab Thubaa Lilghuraba (3)]
Dan dalam riwayat yang lain.
“Artinya : Orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya yang Allah akan membangkitkan mereka pada hari kiamat bersama Isa bin Maryam” [Hadits lemah sebagaimana dalam refensi diatas (3)]
[d] Hadits Ibnu Abbas [6] dan Anas bin Malik [7] semisal dengan hadits Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
[e] Hadits Jaabir bin Abdillah [8] dan Sahal bin Saad [9] seperti hadits Ibnu Mas’ud dalam riwayat yang kedua.
[f] Hadits Abdurrahman bin Sannah Radhiyallahu ‘anhu beliau telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesunguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba), ada yang bertanya : Wahai Rasulullahj siapakah Al-Ghuraba itu ? Belaiu menjawab : Orang-orang yang berbuat kebaikan ketika manusia rusak dan demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya sesunguhnya iman akan mengalir kembali ke Madinah sebagaimana mengalirnya air banjir, dan demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya sungguh Islam akan kembali ke daerah dua masjid sebagaimana ular kembali berlindung ke lubangnya” [Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (10) dan hadits ini memiliki jalan periwayatan lain yang shahih dengan lafadz yang berbeda]
[g] Hadits Saad bin Abi Waqash seperti hadits Abdurrahman bin Sannah Radhiyallahu ‘anhu [Shahih lihat referensi diatas]
[h] Hadits Amru bin Auf Al-Muzaaniy Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda .
“Artinya : Sesungguhnya agama ini akan kembali ke Hijaz sebagaimana kembalinya ular ke lubangnya dan agama ini terikat di Hijaz sebagaimana terikatnya domba di puncak gunung, sesungguhnya agama ini dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing maka beruntunglah Al-Ghuraba yaitu orang-orang yang memperbaiki apa yang telah merusak orang-orang setelahku pada sunnahku” [Hadits lemah sekali]
Kesimpulannya, hadits-hadits Al-Ghuraba ini adalah mutawatir sebagaimana disebutkan oleh Imam Suyuthiy dalam kitabnya Tadribur Rawiy (2/180) As-Sakhawiy dalam kitabnya Al-Maqaasidul Hasanah hal.114, Al-Ghumariy dalam komentarnya terhadap kitab Al-Maqaashidul Hasanah hal.114 dan Al-Kataaniy dalam kitabnya Nadzmul Mutanatsir hal. 33-34
Kedua
Tafsir Kata Al-Ghuraba’
Tambahan-tambahan lafadz yang menafsirkan kata Al-Ghuraba telah saya jelaskan satu persatu dan sekarang saya satukan untuk mendapatkan kesimpulan darinya.
[1] An-Nujjaa’i minal al-qobaaili [orang yang menjauhi kabilah-kabilah] Tidak saya dapatkan lafadz ini kecuali dalam hadits Abdillah bin Mas’ud dan itu hadits yang lemah, karena semua jalannya berkisar pada Abu Ishaaq As-Sabi’iy dan beliau seorang mudalis dan mukhtalath.
[2] Al-Ladzina yuslihuuna idzaa fasada an-nas [ orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak]
Lafadz ini ada pada hadits Abdillah bin Mas’ud dengan sanad periwayatan yang shahih, hadits Abi Hurairah dengan sanad periwayatan yang ada padanya Bakr bin Saliim ASh-Showaaf dan belaiu perawi yang lemah akan tetapi masih mu’tabar dan dari jalan beliau juga dalam hadits Shal bin Saad As-Saa’idiy, hadits Abdurrahman bin Sannah dengan sanad yang ada padanya Ishaaq bin Abdillah bin Abi Farwah dan beliau ini matruk, hadits Saad bin Abi Waqqaash dengan sanad periwayatan yang shahih dan dalam hadits mursal Yahya bin Said dengan sanad periwayatan yang lemah, degan demikian tampaklah bahwa lafadz hadits ini shahih dan masyhur.
[3] An-naasun shalihuuna fii unaasi suu’i kastirin man ya’shi’him aktsaru mimman yuthii’uhu [orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaatinya] Lafadz tambahan dari hadits tersebut ada pada hadits Abdillah bin Amr bin Al-Ash dari riwayatnya shahih.
Sedangkan As-Subkiy telah melakukan kesalahan karena menyebutkannya pada bab yang berisi kumpulan hadits-hadits yang tidak ada asalnya dalam kitab Ihya Ulumuddin dalam tulisan beliau tentang biografi Abu Hamid Al-Ghozaliy dalam kitab Thabaqaatusy Syafi’iyah 4/145 dan ini merupakan kesalahan yang besar apalagi hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dam Musnadnya.
[4] Humul mutamasikuuna bimaaa antum ‘alaihi [mereka orang-orang yang berpegang teguh dengan apa yang telah kalian miliki]
Al-Ghozali menyebutkannya dalam kitab Ihya Ulumuddin 1/38 dan dikomentari oleh Al-Iraaqiy dengan berkata : Dia sampaikan dalam mensifatkan Al-Ghuraba’ dan saya tidak mengetahui asalnya. Demikian juga As-Subkiy memasukkannya kedalam hadits-hadits yang tidak ada asalnya yang terdapat dalam Ihya Ulumuddin dalam tulisan beliau tentang biografi Abu Hamid Al-Ghozaliy dalam kitab Tabaqaatusy Syafi’iyah 4/145.
[5] Al-farroruuna bidinihim yab’atsaahumu Allahu yauma al-qiyaaamati ma’a ‘isaa ibni maryam [orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya yang Allah akan membangkitkan mereka pada hari kaiamat bersama Isa bin Maryam]
Ada dalam hadits Abdullah bin Amru bin Al-Ash dengan sanad periwayatan yang lemah.
[6] Al-Ladziina yushlihuuna maa afasada an-naasu min ba’dii fii sunnatii [orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak orang-orang setelahku pada sunnahku] Ada dalam hadits Katsir bin Abdullah dari bapaknya dari kakeknya dan itu sangat lemah sekali.
[7] Al-ladzina yajiiduuna idzaa naqasao an-naasu [orang-orang yang menambah ketika manusia menguranginya] Ada dalam hadits Al-Muthalib bin Hanthab secara mursal.
[8] Qolu yaa Rasulullah kaifa yakuunu ghoribaa ? qola kamaa yuqolu lilrijuli fii hayi kadzaa wa kadza innahu laghoriiban [mereka bertanya ; wahai Rasulullah bagaimana akan menjadi asing ? Beliau menjawab : sebagaimana dikatakan pada seseorang di perkampungan ini dan itu sesungguhnya dia seorang yang asing]
Ada pada hadits Al-Hasan Al-Bashri secara mursal.
[9] Waladziina yumassikuuna bikitaabi Allahi hiina yutraku wa ya’maluuna bilsunnati hiyna tuthfa’u [orang-orang yang berpegang teguh kepada kitabullah ketika ditinggalkan dan beramal dengan sunnah ketika dipadamkan] Ada dalam hadits Bakar bin Amru Al-Mu’aafiriy secara mu’dhol.
[10] Laayumaajuuna fiidiin Allahi walaa yakaffaruuna ahlal al-qiblah bidanbin [tidak berdijadl dalam agama dan tidak mengkafirkan ahlil kiblat karena dosanya]
Ada dalam hadits Abi Darda, Anas dan Waatsilah yang semuanya diriwayatkan dengan sanad yang lemah sekali.
Kesimpulannya.
Tidak ada yang shahih dalam tafsir Al-Ghuraba’ kecuali dua tafsir yang marfu’ yaitu :
[1] Al-Ladziina yuslihuuna idzaa fasada an-nasu [orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak] [2] Annasun sholihuuna fi unaasi suu’in katsirin man ya’shiihim aktsaru mimman yuthii’uhu [orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaatinya]
Ketiga.
Apakah terdapat perbedaan antara Al-Ghuraba’ dengan Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah ?
Tidak ada perbedaan diantara penamaan-penamaan ini karena semuanya mengantar kepada satu hakikat, inilah yang telah dijelaskan ahlil ilmu dari kalangan salaf.
Al-Ajuriy berkata : Dalam kitab Sifatul Ghuraba’ minal Mu’minin hal : 27 Sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam ” wasaya’uudu ghoriban” [Dan akan kembali asing]
Bermakna -wallahu a’lam- hawa-hawa nafsu yang menyesatkan merebak lalu banyak dari manusia yang tersesat dengannya dan tinggallah ahlil haq (ahli kebenaran) yang berada di atas syari’at Islam menjadi asing di kalangan manusia, tidakkah kalian mendengar sbada Rasulullah.
“Artinya : Umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. Semuanya didalam neraka kecuali satu. Ada yang bertanya : Siapakah yang selamat itu ? Beliau menjawab : Siapa yang berada pada keadaanku sekarang dan para sahabatku”
Saya berkata : Kamu lihat Al-Ajuriy menafsirkan Al-Ghuraba’ dengan Al-Firqatun Najiyah.
Al-Hafidz Ibnu Rajaab Al-Hambaliy berkata dalam kitab Kasyfil Kurbah Fi Washfi Hali Ahlil Ghurbah hal. 22-27 bahwa fitnah syahwat dan hawa nafsu yang menyesatkan itulah yang menyebabkan ahlil kiblat berpecah belah dan menjadi berkelompok-kelompok. Sebagaimana mereka mengkafirkan sebagian yang lain sehingga mereka bermusuhan, berpecah belah dan berkelompok-kelompok setelah dahulunya mereka bersaudara dan diatas satu hati. Tidak selamat dari perpecahan ini kecuali satu kelompok yang selamat merekalah yang diterangkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina dan tidak pula orang yang menyelisihi mereka sampai datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan demikian”.
Mereka di akhir zaman merupakan Al-Ghuraba’ yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut sebagai orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak, orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak orang-orang setelahku dari sunnahku, orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya dari fitnah-fitnah dan mereka adalah orang-orang yang menjauhi kabilah-kabilah karena mereka sedikit sehingga tidak didapatkan seorangpun pada sebagian kabilah sebagaimana orang-orang yang masuk kedalam Islam pertama-tamapun demikian dan dengan ini para Ulama menafsiri hadits ini. Al-Auzaa’iy berkata dalam menafsirkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Sesungguhnya Islam tidak akan lenyap namun akan hilang ahlis sunnah sampai tidak tersisa di satu negara kecuali hanya satu orang”
Karena makna inilah banyak ditemui dari perkataan Ulama Salaf pujian terhadap As-Sunnah dan pensifatannya dengan keterasingan dan ahlinya dengan sedikit, sehingga Al-Hasan berkata kepada sahabat-sahabat beliau :
Wahai Ahlus Sunnah lemah lembutlah kalian semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati kalian, karena kalian termasuk orang-orang yang paling sedikit. Yunus bin Ubaid berkata : Tidak ada satupun yang lebih asing dari As-Sunnah dan lebih asing dari orang yang mengenalnya. Dan dari Sufyan At-Tsauriy, beliau berkata : Berbuat baiklah kepada Ahlis Sunnah karena mereka Ghuraba’. Dan yang dimaksud para imam-imam tersebut dengan As-Sunnah adalah jalan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dia dan para sahabatnya berada atasnya yang selamat dari syubhat-syubhat dan syahwat-syahwat.
Oleh karena itu Al-Fudhail bin Iyaadh berkata bahwa Ahlus Sunnah adalah orang yang mengerti apa saja yang masuk keperutnya dari barang-barang yang halal. Dan itu karena memakan barang-barang halal merupakan perkara sunnah yang paling besar yang ada di atasnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya kemudian As-Sunnah dalam adat banyak dari kalangan para ulama mutaakhirin dari Ahlil Hadits dan yang lain menjadi ibarat dari segala yang selamat dari syubhat-syubhat dalam i’tikad khususnya dalam masalah-masalah keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, para malaikat, kitab-kitab suciNya dan para RasulNya serta hari kiamat dan demikian juga dalam masalah-masalah taqdir dan keutamaan para sahabat. Mereka menyusun karangan-karangan dalam ilmu ini dengan nama As-Sunnah karena bahayanya sangat besar dan orang yang menyelisihinya berada di ujung kehancuran.
Adapun As-Sunnah yang sempurna adalah jalan hidup yang selamat dari syubhat dan syahwat-syahwat sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al-Hasan, Yunus bin Ubaid, Sufyan dan Al-Fudhail serta yang lainnya, oleh karena itu ahlinya disifatkan dengan keasingan pada akhir zaman karena sedikit dan asingnya mereka.
Saya berkata : Renungkanlah bagaimana Al-Hafizd Ibnu Rajab menjadikan Al-Ghuraba adalah Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah dan tidak ada perbedaan diantara mereka.
واالله اعلم با الصواب
Semoga Bermanfaat.
واالله اعلم با الصواب
Semoga Bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment